Wednesday, August 01, 2007

PERKUAT DAYA TAHAN LOKAL LEWAT HUTAN KOTA

Bandung Hadapi Ancaman Iklim
Kompas, Jawa Barat, Jumat, 09 Februari 2007, jon
Foto: Sobirin 2005, Gedung Sate dan Pasar Kaget
Dimintai pendapatnya, pakar lingkungan dari DPKLTS Sobirin mengatakan, upaya terobosan yang dilakukan Pemkot Bandung saat ini tidaklah cukup. Yang paling penting adalah keberadaan hutan kota di Kawasan Bandung Utara. Soalnya, kawasan lindung inilah yang berfungsi vital terkait konservasi air.

Bandung, Kompas - Kota Bandung dan sekitarnya kini menghadapi ancaman serius berupa perubahan iklim makro. Jika tidak diantisipasi, persoalan terkait menurunnya curah hujan bisa memicu bencana ekologis berupa krisis air bersih secara masif di kota kembang. Apalagi, daerah Bandung utara juga termasuk lahan kritis resapan air.

Hasil studi yang dilakukan Departemen Meteorologi Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral Institut Teknologi Bandung (ITB) baru-baru ini menunjukkan, curah hujan di Kota Bandung terus menunjukkan penurunan dengan tren sekitar 3 persen per tahun. Kondisi ini memengaruhi signifikansi kandungan permukaan air tanah.

"Skala ketersediaan air resapan di Bandung sangat mengkhawatirkan, yaitu sebesar 4,906. Padahal, normalnya di atas angka 5. Dibandingkan dengan Jakarta sekalipun, Bandung bisa dibilang sangat bermasalah. Soalnya, DKI Jakarta saja skalanya sebesar 5,3. Jadi, meskipun padat, ketersediaan air relatif aman. Tidak demikian dengan Bandung," papar pakar perubahan iklim ITB Armi Susandi usai jumpa pers, Kamis (8/2).

Saat ini, lanjut Armi, Bandung dan sekitarnya tengah mengalami perubahan iklim secara masif. Suhu di permukaan maupun udara melonjak drastis dibandingkan dengan puluhan tahun lalu. Bahkan, lajunya mencapai 6-7 derajat Celsius di sejumlah titik. Dengan kondisi ini, tidaklah berlebihan jika potensial terjadi anomali cuaca di Bandung.

Selain iklim global, kondisi meningkatnya suhu di permukaan ini juga dipicu menurunnya daya dukung lingkungan udara. "Pertukaran massa udara di atas permukaan kurang lancar. Salah satunya, karena Bandung jauh dari sumber tekanan, misalnya pantai," paparnya.

Jika tidak ada proses alam, semacam hujan, Armi tidak berani membayangkan dampak yang terjadi selanjutnya bagi kota semacam Bandung. Sebab, keberadaan air hujan bagaimanapun ikut berperan dalam siklus "membasuh" udara kotor dan menurunkan suhu permukaan. Bangun hutan kota

Secara terpisah, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bandung Ayu Sukenjah mengatakan, Pemerintah Kota Bandung telah dan tengah berupaya mengatasi ancaman ini dengan sejumlah program.

Program itu adalah aturan pembuatan sumur resapan bagi bangunan dalam tingkatan tertentu, penghijauan melalui gerakan penanaman sejuta pohon, alih fungsi SPBU sebagai taman kota, dan pendidikan penyadaran lingkungan.

Dimintai pendapatnya, pakar lingkungan dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda Sobirin mengatakan, upaya terobosan yang dilakukan Pemkot Bandung saat ini tidaklah cukup.

"Yang paling penting adalah keberadaan hutan kota di Kawasan Bandung Utara sendiri. Soalnya, kawasan lindung inilah yang berfungsi vital terkait konservasi air. Boleh saja iklim global memengaruhi. Namun, asalkan iklim lokalnya kuat, niscaya tidak ada masalah. Maka, upayanya tidak lain adalah memperbanyak hutan kota," katanya.

Sobirin memaparkan, 1 hektar hutan kota bisa menyimpan 900 meter kubik air tanah per tahun dan mendaur ulang 4.000 meter kubik udara bersih ke udara.

Belum lagi, keuntungan lainnya yaitu mendaur ulang 700.000 liter limbah cair secara alamiah. Tidak ada alasan untuk tidak melakukan penghijauan secara masif. (jon)

No comments: